ANGGARAN DASAR
PERHIMPUNAN MAHASISWA
KATOLIK REPUBLIK INDONESIA
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya kami,
mahasiswa Katolik Republik Indonesia, menyadari sepenuhnya tugas dan kewajiban
terhadap gereja dan tanah air. Oleh karena itu, kami harus menyumbangkan dharma
bakti untuk menebus amanat penderitaan rakyat demi tercapainya masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.
Maka, untuk menunjukkan dharma bakti yang mulia itu, kami
menghimpun diri dalam perhimpunan yang berasaskan Pancasila, dijiwai oleh kekatolikan,
dan disemangati oleh kemahasiswaan, dengan Anggaran Dasar sebagai berikut:
Pasal 1
NAMA, WAKTU, KEDUDUKAN,
SANTO PELINDUNG, DAN SEMBOYAN
Nama : PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA (Disingkat: PMKRI)
Waktu : PMKRI didirikan di Yogyakarta pada tanggal 25 Mei 1947 untuk waktu
yang tak tertentu.
Kedudukan : PMKRI
bertempat kedudukan di tempat Pengurus Pusat
Santo Pelindung : Sanctus
Thomas Aquinas
Semboyan : Religio
Omnium Scientiarum Anima (Agama adalah jiwa segala ilmu pengetahuan)
Pasal 2
ASAS
PMKRI dalam seluruh orientasi dan seluruh
kegiatannya berasaskan Pancasila.
Pasal 3
PMKRI dalam seluruh orientasi dan seluruh
kegiatannya dijiwai oleh kekatolikan.
Pasal 4
PMKRI dalam seluruh orientasi dan seluruh
kegiatannya disemangati oleh kemahasiswaan.
Pasal 5
VISI
Visi PMKRI : Terwujudnya
keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati.
Pasal 6
MISI
Misi PMKRI : Berjuang
dengan terlibat dan berpihak pada kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual
populis yang dijiwai oleh nilai-nilai kekatolikan demi terwujudnya keadilan
sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati.
Pasal 7
USAHA-USAHA
Untuk mencapai visi dan misi
tersebut, PMKRI berusaha di lapangan:
1.
Kerohanian-mental.
2.
Kemasyarakayan-kenegaraan.
3.
Kemahasiswaan.
Pasal 8
KEANGGOTAAN
Anggota PMKRI terdiri atas:
1.
Anggota biasa, yaitu mahasiswa S0 atau S1, warga negara
Indonesia yang masih aktif kuliah atau seperti yang diatur dalam Rapat
UmumAnggota Cabang dengan batasan waktu paling lama 11 (sebelas) tahun – terhitung sejak pertama kali
terdaftar sebagai mahasiswa.
2.
Anggota kehormatan, ialah mereka yang berjasa dalam
PMKRI menurut ketetapan MPA.
3.
Penyatu, ialah mereka yang pernah menjadi anggota PMKRI yang
berhak penuh.
4.
Penyokong, ialah mereka yang memberikan sokongan-sokongan tetap
berupa uang atau hak.
Pasal 9
PEMBERHENTIAN ANGGOTA
1.
Keanggotaan biasa atau penyatu berakhir karena:
a.
Permintaan sendiri;
b.
Meninggal dunia;
c.
Anggota tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang termasuk
dalam pasal 8 sub 1 dan 3;
d.
Dipecat.
2.
Keangggotaan biasa atau penyatu dapat diberhentikan untuk
sementara.
3.
Pemberhentian penyokong terjadi karena:
a.
Permintaan sendiri secara tertulis;
b.
Meninggal dunia;
c.
Perkumpulan atau Badan Hukum yang bersangkutan
dibubarkan;
d.
Penyokong tidak lagi memenuhi syarat-syarat seperti yang
termaksud dalam pasal 8 sub 4.
Pasal 10
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
1.
Anggota biasa memperoleh hak-hak yang ada dalam
perhimpunan.
2.
Anggota diwajibkan menaati peraturan-peraturan yang ada
dalam perhimpunan.
Pasal 11
SUSUNAN ORGANISASI
PMKRI terdiri atas:
1.
Pusat.
2.
Cabang-cabang.
Pasal 12
KEPENGURUSAN
1. PMKRI mempunyai Pengurus Pusat
dan Pengurus Cabang.
2. a. Pengurus Pusat mempunyai suatu badan yang
terdiri atas:
1. Presidium Paripurna, ialah
Presidium Harian bersama-sama Komisaris Daerah yang mewakili wilayahnya, dan
Ketua-Ketua Lembaga.
2. Presidium Harian, terdiri atas
Ketua Presidium ditambah dengan tiga orang Presidium yang berkedudukan di mana
Pengurus Pusat berada.
3. Lembaga-lembaga mempunyai
otonomi yang diatur secara khusus.
4. Sekretariat, dikoordinir oleh seorang Sekretaris
Jenderal.
b. Presidium Paripurna:
1. Presidium Paripurna merupakan
badan kolegial dan kolektif serta adalah Badan Pelaksana (eksekutif) tertinggi
di PMKRI.
2. Presidium Paripurna bersidang
sedikit-dikitnya tiga bulan sekali dan apabila dianggap perlu.
c. Pekerjaan
sehari-hari Presidium dilakukan oleh Presidium Harian yang berhak penuh untuk
bertindak atas nama Presidium Paripurna dan harus dipertanggungjawabkan.
d. Baik Presidium Paripurna maupun Presidium Harian dipimpin
oleh seorang Ketua Presidium merangkap anggota Presidium Harian.
e. Komisaris Daerah (disingkat Komda):
1. Komisaris Daerah diangkat oleh
cabang-cabang yang menjadi wilayahnya dan disahkan oleh Mandataris MPA.
2. Komisaris Daerah berada di
daerah tingkat I atau di mana dianggap perlu.
3. Pengurus Cabang:
a. Susunan Pengurus Cabang sedapat mungkin disesuaikan
dengan susunan Pengurus Pusat dengan memperhatikan kebutuhan cabang;
b. Pengurus Cabang dipilih
oleh Rapat Umum Anggota Cabang.
Pasal 13
HAK DAN KEWAJIBAN
PENGURUS PUSAT DAN PENGURUS CABANG
1.
Pengurus Pusat:
a. Pengurus Pusat berhak untuk bertindak atas nama PMKRI
seluruhnya dalam hal-hal mengenai kepentingan umum perhimpunan serta memberi
petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat kepada Pengurus Cabang;
b. Hal-hal mengenai keadaan cabang, Pengurus Pusat tidak
berhak untuk mengambil keputusan;
c. Pengurus Pusat berkewajiban menyampaikan laporan kegiatan
pada cabang tiap 6 (enam) bulan sekali.
2.
Komisaris Daerah:
a.
Komisaris Daerah mengkoordinir cabang-cabang di
daerahnya;
b. Komisaris Daerah berkewajiban menyampaikan laporan
kegiatan pada tiap cabang setiap 3 (tiga) bulan sekali.
3.
Pengurus Cabang:
a.
Pengurus Cabang berhak mengambil keputusan mengenai
hal-hal keadaan umum cabang;
b. Pengurus Cabang dapat bertindak atas nama PMKRI
seluruhnya setelah mendapat ijin dari Pengurus Pusat untuk dikerjakan;
c. Pengurus Cabang berkewajiban menyampaikan laporan kegiatan
kepada anggota secara periodik;
d. Pengurus Cabang berkewajiban memberi laporan cabang
kepada Pengurus Pusat tentang keadaan dan perkembangan cabang tiap 6 (enam)
bulan sekali.
Pasal 14
CABANG-CABANG
Cabang-cabang didirikan di tempat
di mana yang dianggap perlu oleh Pengurus Pusat dan yang diatur dalam Tap MPA.
Pasal 15
MAJELIS PERMUSYAWARATAN
ANGGOTA
1.
Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) mempunyai kekuasaan
tertinggi dalam Perhimpunan.
2.
Majelis permusyawaratan Anggota diadakan:
a. Sekali dalam dua tahun di bawah pimpinan Pengurus Pusat.
Waktu dan tempat penyelenggaraan ditentukan oleh MPA sebelumnya.
b.
Apabila dikehendaki oleh Pengurus Pusat.
c. Apabila dikehendaki oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah cabang dengan mendapat persetujuan Pengurus Pusat (dengan ketentuan,
bilangan-bilangan pecahan dibulatkan ke bawah). Jika dalam tiga bulan Pengurus
Pusat belum juga melaksanakan MPA, maka cabang-cabang yang bersangkutan berhak
memimpin MPA tersebut.
Pasal 16
KONGRES
1. Kongres adalah pertemuan antara para anggota untuk
membicarakan isu-isu strategis nasional dan mempertebal rasa persaudaraan.
2. Kongres diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun. Waktu dan tempat
penyelenggaraannya ditentukan oleh MPA sebelumnya.
3.
Kongres dibiayai oleh anggota. Kekurangan biaya dipikul
oleh cabang penyelenggara dan Pengurus Pusat.
Pasal 17
KEUANGAN
1.
Kekayaan organisasi didapat dari:
a.
Uang pangkal;
b.
Uang iuran;
c.
Sokongan-sokongan yang tidak mengikat;
d.
Usaha-usaha lain yang sah.
2.
Kekayaan Pengurus Pusat didapat dari:
a.
Iuran dari tiap-tiap cabang
b.
Sokongan-sokongan yang tidak mengikat
c.
Usaha-usaha lain yang sah
Pasal 18
PEMBUBARAN
Dilakukan oleh MPA tahunan atau
MPA khusus yang diadakan untuk maksud tersebut dalam suasana musyawarah yang
dibimbing oleh asas Pancasila, dijiwai oleh kekatolikan, dan disemangati oleh
kemahasiswaan.
Pasal 19
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
1.
Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh MPA dengan
musyawarah yang dibimbing oleh asas Pancasila, dijiwai oleh kekatolikan, dan
disemangati oleh kemahasiswaan.
2.
Perubahan Anggaran Dasar harus diberitahukan kepada wali
gereja yang bersangkutan.
Pasal 20
PENUTUP
Hal-hal yang belum diatur dalam
Anggaran Dasar ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga (disingkat ART) yang
tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar dan yang akan dibuat:
1. a. Untuk PMKRI seluruhnya: Anggaran Rumah Tangga
ini harus mendapat persetujuan dan pengesahan dari MPA.
b. Untuk tiap-tiap cabang: Anggaran Rumah Tangga Cabang harus mendapat
persetujuan dari Rapat Umum Anggota Cabang yang bersangkutan dan dikukuhkan
oleh Pengurus Pusat.
2. Anggaran dasar ini mulai berlaku setelah disahkan oleh Kongres VII
tanggal 31 Desember 1997 di Jakarta
3. Ada beberapa perubahan
berdasarkan:
a. Keputusan Sidang MPA IV tanggal 28 Desember 1961 di Yogyakarta;
b. Keputusan Sidang MPA VII tanggal 31 Desember 1964 di Malang:
c. Keputusan Sidang MPA VIII tanggal 6 April 1967 di Bandung;
d. Keputusan Sidang MPA IX tanggal 6 April 1969 di Surabaya;
e. Keputusan Sidang MPA X tanggal 27 Agustus 1971 di Surakarta;
f. Keputusan Sidang MPA XI tanggal 13 Oktober 1975 di Semarang;
g. Keputusan Sidang MPA XIV tanggal 17 Maret 1985 di Jakarta;
h. Keputusan Sidang MPA XV tanggal 9 Mei 1988 di Surabaya;
i. Ketetapan Sidang MPA XVI tanggal 3 September 1990 di Ujung
Pandang;
j. Ketetapan Sidang MPA XVII tanggal 29 November 1992 di Bandung;
k. Ketetapan Sidang MPA XVIII tanggal 27 November 1994 di Medan;
l. Ketetapan Sidang MPA XX tanggal 23 Oktober 1998 di Banjarmasin;
m. Ketetapan Sidang MPA XXI tanggal 30 November 2000 di Jakarta.
………………………………………….
PENJELASAN ANGGARAN DASAR
Pasal 2
Bagi PMKRI asas mempunyai pengertian:
a.
Suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar tumpuan berpikir
atau berpendapat.
b.
Cita-cita yang menjadi dasar perkumpulan atau negara.
Berdasarkan pengertian di atas,
asas sama dengan ideologi. Pancasila adalah ideologi negara Republik Indonesia.
PMKRI sebagai suatu perhimpunan adalah bagian integral dari bangsa/negara
Indonesia. Jadi, asas PMKRI sebagai suatu perhimpunan adalah Pancasila.
Pancasila yang dimaksud sebagai asas PMKRI adalah Pancasila yang termuat dalam
Pembukaan UUD 1945.
Pasal 3
Jiwa kekatolikan adalah sesuatu
yang hidup dan menghidupkan, dengan pengertian sebagai sumber inspirasi dan
bukan sebagai suatu ideologi.
Pasal 4
Semangat kemahasiswaan adalah
daya dorong yang tumbuh dari suatu proses penyempurnaan intelektualitas dalam
kehidupan kemahasiswaan.
Pasal 8
Ayat 3 : Anggota yang dimaksud adalah:
a. Lihat ART PMKRI pasal 1
ayat (4) dan (5)
b. Anggota PMKRI yang tidak mendaftarkan
diri (her registrasi) karena alasan tertentu.
c. Anggota PMKRI yang tidak
mendaftarkan diri sebagai mahasiswa karena alasan tertentu.
Pasal 10
Yang dimaksud dalam pasal ini adalah hak material.
Pasal 12
Ayat 2 e : Komisaris
Daerah adalah nama jabatan sekaligus pejabat yang ditunjuk oleh cabang-cabang
dan dsahkan oleh Mandataris MPA serta mewakili Pengurus Pusat di wilayah
regional tertentu.
Pasal 13
Ayat 3 :
Pengurus Cabang adalah nama perangkat organisasi eksekutif PMKRI di
cabang.
ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERHIMPUNAN MAHASISWA
KATOLIK REPUBLIK INDONESIA
Pasal 1
KEANGGOTAAN
PERMINTAAN PENERIMAAN DAN
PENOLAKAN
1. Permintaan untuk menjadi anggota biasa, penyatu dan
penyokong harus diajukan dengan surat kepada Pengurus Cabang yang bersangkutan.
2.
Permintaan untuk menjadi anggota biasa harus disertai
bukti, bahwa ia adalah mahasiswa berupa :
a.
Surat keterangan dari Perguruan Tinggi Negeri atau
lainnya yang diakui oleh pemerintah sebagai perguruan tinggi yang sederajat
dengan perguruan tinggi negeri, dimana dimungkinkan mencapai tingkat
pengetahuan sarjana.
b. Surat keterangan perguruan tinggi yang belum diakui
pemerintah, yang dimungkinkan mencapai tingkat pengetahuan sarjana beserta
ijasah sekolah lanjutan atas.
3. Seorang mahasiswa dilantik oleh Pengurus cabang yang
bersngkutan menjadi anggota biasa setelah menempuh dengan baik masa percobaan
menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Rapat Umum Anggota.
4. Penerimaan seorang anggota penyatu dilakukan oleh
Pengurus Cabang bersangkutan dengan persetujuan Rapat Umum Anggota Cabang.
5. Penerimaan sebagai anggota biasa, penyatu atau penyokong
harus disertai tanda-tanda bukti dalam bentuk yang ditetapkan oleh Rapat Umum
Anggota Cabang yang bersangkutan.
6. Keberatan terhadap penerimaan sebagai anggota biasa,
penyatu atau penyokong harus diajukan kepada Pengurus Cabang yang bersangkutan
yang dalam 14 hari memutuskan atas keberatan-keberatan itu.
7. Bila seseorang tidak dapat diterima sebagai anggota
biasa, penyatu atau penyokong maka penolakan itu diberitahukan dengan surat
kepada calon yang bersangkutan dengan menyebut alasan penolakan itu.
Pasal 2
ANGGOTA KEHORMATAN
1. Seorang yang telah berjasa kepada PMKRI dapat diangkat
menjadi anggota kehormatan oleh MPA atas usul Pengurus Pusat dan Pengurus
Cabang yang bersangkutan, dengan alasan yang membuktikan jasa-jasanya. Usul ini
harus diajukan kepada semua cabang sebelum MPA dimulai.
2.
Penerimaan sebagai anggota kehormatan disertai
tanda-tanda bukti dalam bentuk yang ditetapkan MPA.
3. Anggota kehormatan bebas dari pembayaran iuran atau
sokongan dan berhak menghadiri semua rapat Pengurus Pusat lengkap, Pengurus
Cabang, Rapat Umum Anggota Cabang dan MPA/Kongres tanpa hak suara.
Pasal 3
PEMBERHENTIAN
1.
Seorang anggota biasa, penyatu atau penyokong yang hendak
berhenti dari PMKRI harus memberitahukan keinginan itu dengan surat kepada
Pengurus Cabangnya paling lambat 1 bulan sebelum tanggal pemberhentiannya.
2. Seorang anggota biasa, penyatu atau penyokong yang menurut Badan Pengurus
Cabang melakukan tindakan yang patut dicela, ia akan menerima
peringatan-peringatan dari Badan Pengurus Cabang sebanyak 2 kali dan apabila
peringatan ini tidak diindahkan maka ia dapat dipecat sementara.
3. Seorang anggota biasa , penyatu atau penyokong dapat
diberhentikan untuk sementara oleh Pengurus Cabang yang bersangkutan, setelah
terbukti bahwa ia telah melanggar ketentuan-ketentuan AD/ART atau telah
merugikan kepentingan PMKRI.
4. Pemecatan seorang anggota biasa, penyatu atau penyokong
hanya boleh dilakukan atas usul Pengurus Cabang yang bersangkutan juga atas
usul anggota yang berhak penuh dari cabangnya yang jumlahnya ditentukan oleh
peraturan yang berlaku oleh RUA yang bersangkutan dengan musyawarah yang
dibimbing oleh azas Pancasila, dijiwai kekatolikan, disemangati kemahasiswaan
dan setelah memberi kesempatan yang cukup untuk membela diri. Pemecatan
ini diberitahukan kepada Pengurus Pusat.
5.
Seorang anggota yang dipecat (karena sebab-sebab yang
merugikan kepentingan umum PMKRI atau yang pemecatannya berakibat merugikan
kepentingan umum PMKRI) dapat mengajukan banding kepada Pengurus Pusat.
Keputusan banding ini tidak dapat
diganggu gugat.
Pasal 4
HAK-HAK DAN KEWAJIBAN
ANGGOTA
1.
Hak-hak anggota terdiri dari :
a.
Hak berbicara
b.
Hak suara
c.
Hak memilih
d.
Hak dipilih
e.
Hak ikut serta dalam usaha perhimpunan.
2.
Kewajiban anggota terdiri dari :
a.
Menaati AD/ART dan semua aturan Perhimpunan
b.
Membayar uang iuran pada waktunya, kecuali yang diberi
pengecualian.
c.
Menjunjung tinggi nama baik perhimpunan.
d.
Membantu usaha-usaha perhimpunan dalam mengejar
tujuannya.
3.
Hak suara diberikan secepat-cepatnya tiga bulan sesudah
menjadi anggota atau diatur dalam ART Cabang.
4.
a. Penyatu mendapat hak seperti pada ayat (1) sub a dan e
b. Penyokong mendapat hak seperti pada ayat (1) sub e
c. Penyatu dan penyokong dapat menghadiri Rapat Umum
Anggota Cabang, MPA/Kongres.
5.
Hak-hak dan kewajiban tersebut di atas diatur dalam
pasal-pasal yang bersangkutan.
Pasal 5
SUSUNAN
ORGANISASI/PENGURUS
1.
Pengurus Pusat berkedudukan di ibukota Republik
Indonesia.
2. a. Pemilihan Pengurus Pusat diadakan dengan
pemilihan Ketua Presidium oleh MPA. Ketua Presidium ini ditunjuk sekaligus sebagai
formatur Pengurus Pusat.
b. Komisaris
daerah dicalonkan oleh cabang-cabang yang bersangkutan yang berada dalam wilayahnya.
3.
Anggota biasa yang berhak penuh dapat menjabat jabatan
sebagai berikut :
a.
Presidium Harian
b.
Komisaris Daerah
c.
Sekretaris Jendral
d.
Sekretaris/Ketua Biro
e.
Utusan yang mewakili PMKRI ke luar
4.
Masing-masing anggota Presidium mempunyai hak yang sama.
5. Rapat presidium hanya sah apabila dihadiri
sekurang-kurangnya dua per tiga dari seluruh anggota presidium.
6.
Keputusan presidium diambil secara musyawarah sampai
tercapai kata sepakat.
Pasal 6
PENASIHAT ROHANI DAN
DEWAN PERTIMBANGAN
1.
Penasihat rohani ialah seorang padri (imam) yang ditunjuk
oleh waligereja dengan pertimbangan Pengurus Pusat.
2. Dewan Pertimbangan adalah dewan yang terdiri dari
sejumlah cendekiawan Katolik Indonesia yang diangkat oleh Presidium / Pengurus
Cabang yang bersangkutan dan bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan pada
Presidium atau Pengurus Cabang baik diminta atau tidak mengenai semua persoalan
yang dianggap penting.
3. Penasihati Rohani dan Dewan Pertimbangan berhak atas
undangan untuk menghadiri semua rapat, MPA/Kongres tanpa hak suara.
4. Penasihat Rohani mempunyai hak untuk memberikan nasihat
yang berhubungan dengan hal kerohanian, baik diminta atau tidak.
5. Jika diantara pengurus dan Penasihat Rohani tidak tercapai kesesuaian paham
tentang sesuatu hal, keputusan terakhir ditentukan oleh waligereja yang
bersangkutan.
Pasal 7
HAK DAN KEWAJIBAN
PENGURUS/UTUSAN
1.
Presidium Pusat berkewajiban :
a.
Mengusahakan dan menjaga agar persatuan antar anggota
tetap terpelihara.
b.
Membina perhimpunan ke arah kesempurnaan.
c.
Mengawasi pekerjaan dan kehidupan seluruh perhimpunan
supaya sesuai dengan asas, jiwa, semangat,dan tujuan perhimpunan.
d.
Memenuhi segala kewajiban sesuai dengan AD/ART PMKRI dan
keputusan-keputusan MPA.
2.
Anggota Pengurus Pusat berkewajiban dan berhak :
a. Ketua Presidium, memimpin rapat bersama-sama dengan
anggota presidium yang lain, bertanggungjawab dan berhak atas segala pelaksanaan urusan
perhimpunan. Menandatangani surat-surat
penting bersama dengan anggota presidium yang lain atau dengan Sekretaris
Jendral atau dengan Sekretaris atau dengan Ketua Biro.
b.
Anggota Presidium, bersama-sama dengan Ketua Presidium,
bertanggungjawab dan berhak atas segala pelaksanaan urusan perhimpunan. Membantu dan mewakili Ketua Presidium bila
yang bersangkutan berhalangan, menyelenggarakan tugas-tugas yang diserahkan
kepadanya. Menandatangani surat-surat penting bersama dengan Sekretaris
Jendral / Sekretaris.
c. Komisaris daerah melaksanakan tugas Pengurus Pusat di
daerahnya. Membawa suara daerah kepada
Pengurus Pusat.
d.
Sekretaris Jendral adalah koordinator dari sekretariat
Pengurus Pusat.
e. Sekretaris/Ketua Biro bertanggung jawab atas segala
urusan yang berkenaan dengan bironya dan menandatangani surat-surat bersama
Presidium.
f. Bendaharawan, bertanggungjawab atas keuangan
perhimpunan. Menjalankan usaha untuk
kekayaan perhimpunan. Jabatan ini
dirangkap oleh Sekretaris atau Ketua Biro usaha.
3.
Rapat Pengurus Pusat dan Pengurus Cabang diadakan setiap
kali bila dianggap perlu, baik atas permintaan Pengurus Pusat maupun Pengurus
cabang yang bersangkutan.
4. Utusan PMKRI keluar diwajibkan mengadakan hubungan,
pertanggungjawaban dan laporan kepada Pengurus Pusat dan atau Pengurus Cabang
yang bersangkutan.
Pasal 8
MAJELIS PERMUSYAWARATAN
ANGGOTA (MPA)
1. Jumlah perwakilan untuk
MPA ditentukan oleh MPA sebelumnya dengan ketentuan bahwa tiap cabang
sedikitnya berhak atas empat utusan.
Setiap utusan harus mempunyai surat kuasa dari Rapat Umum Anggota Cabang
yang bersangkutan.
2.
Cabang yang tidak dapat mengirim utusan untuk menghadiri
MPA dapat memberikan kuasa penuh secara
tertulis kepada anggota cabang lainnya dengan ketentuan harus melalui Pengurus
Cabang yang bersangkutan.
3.
Pengurus Pusat berkewajiban menyampaikan kepada cabang :
a.
Acara dan persoalan yang akan dibicarakan di MPA dalam
waktu sebulan sebelum MPA dimulai.
b.
Risalah MPA terakhir pada waktu sebelum MPA dimulai.
c. Putusan-putusan MPA dalam waktu sebulan setelah MPA
selesai.
4. MPA sah jika dihadiri oleh cabang yang hadir dengan
sebenarnya (tidak termasuk mandat), sekurang-kurangnya setengah dari jumlah
cabang seluruhnya, dengan ketentuan harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah cabang-cabang, dengan catatan bilangan pecahan setengah atau lebih
dibulatkan ke atas dan selainnya dibulatkan ke bawah.
5.
MPA masih dapat disahkan apabila salah satu kuorum dalam ayat
(4) terpenuhi dengan ketentuan :
a. Syarat-syarat yang tidak dipenuhi sekurang-kurangnya
harus mencapai setengah kuorum ditambah satu.
b. Disetujui oleh 2/3 dari cabang yang hadir.
Pasal 9
KONGRES
Kongres sebagai alat untuk
mempertebal rasa persaudaraan antara para anggota Perhimpunan dilaksanakan
dalam bentuk seminar, ceramah, peninjauan-peninjauan dan atau pertemuan olah
raga, kesenian, dan lain-lain yang bermanfaat.
Pasal 10
KEUANGAN
1.
Dasar iuran cabang, jenis sokongan dan penghasilan lain sebagaimana
termaksud dalam pasal 17 ayat 2 (c)
Anggaran Dasar, ditetapkan oleh MPA dan atau dalam hal-hal luar biasa oleh
Pengurus Pusat bersama dengan Pengurus Harian Cabang.
2.
Sokongan dari seorang penyokong, dilakukan secara
sukarela.
3.
Pengeluaran oleh anggota Pengurus Pusat berhubungan
dengan menjalankan kewajibannya dipikul oleh perhimpunan setelah mendapat
persetujuan dari Presidium Harian.
4. Ongkos-ongkos untuk keperluan MPA dan Kongres yang
berlebihan dari uang sokongan Pengurus Pusat dan cabang-cabang, harus diberikan
kepada Pengurus Pusat untuk dimasukkan dalam dana MPA dan Kongres yang akan
datang.
Pasal 11
PENERBITAN DAN PERS
Penerbitan PMKRI dan
dipertanggungjawabkan redaksi diatur dalam peraturan tersendiri yang disahkan
oleh MPA.
Pasal 12
PEMBUBARAN
Bila perhimpunan ini dibubarkan,
maka segala kekayaan perhimpunan diserahkan kepada badan-badan lainnya menurut
keputusan MPA yang membubarkannnya.
Pasal 13
PERUBAHAN
Perubahan Anggaran Rumah Tangga
ini harus dilakukan oleh MPA dalam suasana musyawarah yang dibimbing oleh asas
Pancasila, dijiwai oleh kekatolikan, dan disemangati oleh kemahasiswaan.
Pasal 14
PENUTUP
Segala sesuatu yang tidak diatur
dalam Anggaran Dasar maupun Anggaran Rumah Tangga ini diputuskan oleh Pengurus
Pusat lengkap dan harus dipertanggungjawabkan kepada MPA.
................................................
PERATURAN PERALIHAN
1. Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku pada saat
disahkan oleh Sidang I MPA PMKRI di Bandung pada tanggal 28 September 1959.
2. Segala sesuatu yang berdasarkan Anggaran Rumah Tangga
lama, yang bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga baru, tetapi telah berlaku
sebelum mulai berlakunya Anggaran Rumah Tangga Baru, tetap berlaku sebagaimana
biasa.
3.
Ada beberapa perubahan berdasarkan :
a.
Keputusan Sidang MPA IV tanggal 28 Desember 1961 di
Yogyakarta;
b.
Keputusan Sidang MPA VII tanggal 31 Desember 1964 di
Malang;
c.
Keputusan Sidang MPA VIII tanggal 6 April 1967 di
Bandung;
d.
Keputusan Sidang MPA IX tanggal 6 April 1969 di Surabaya;
e.
Keputusan Sidang MPA X tanggal 27 Agustus 1971 di
Surakarta;
f.
Keputusan Sidang MPA XI tanggal 13 Oktober 1975 di
Semarang;
g.
Keputusan Sidang MPA XIV tanggal 17 Maret 1985 di
Jakarta;
h.
Keputusan Sidang MPA XV tanggal 9 Mei 1988 di Surabaya;
i.
Ketetapan Sidang MPA XVI tanggal 3 September 1990 di
Ujung Pandang;
j.
Ketetapan Sidang MPA XVII tanggal 29 November 1992 di
Bandung;
k.
Ketetapan Sidang MPA XVIII tanggal 27 November 1994 di
Medan;
l.
Ketetapan Sidang MPA XX tanggal 23 Oktober 1998 di
Banjarmasin;
m.
Ketetapan Sidang MPA XXI tanggal 30 November 2000 di
Jakarta.
ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERHIMPUNAN MAHASISWA
KATOLIK REPUBLIK INDONESIA
CABANG BOGOR “SANCTUS
JOSEPH A CUPERTINO"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar